MENATA ULANG SELEKSI PENJAGA KONSTITUSI

Authors

  • Sulardi Universitas Muhammadiyah Malang

Keywords:

Seleksi, hakim konstitusi

Abstract

Hasil perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002, mendasari terbentuknya peme- rintahan baru yang di dalamnya terdapat lembaga-lembaga negara baru sebagai konsekuensi menuju pada perubahan tatanan negara yang lebih baik. Salah satu lembaga baru itu adalah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan keniscayaan untuk memenuhi terseleng- garanya negara hukum abad 21 yang demokratis, sekaligus sebagai penjaga UUD. Mahkamah Konstitusi mempunyai peran yang amat penting dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Oleh sebab itu dalam pemilihan para penjaga konstitusi ini sudah sepatutnya dilakukan secara cermat, teliti dan hati hati. Ketelitian, kecermatan dan kehatian-hatian itu diawali saat pembentukan Panitia Seleksi dan keterlibatan Komisi Yudisial sebagai lembaga yang bertugas menjaga harkat dan martabat Hakim, termasuk Hakim Agung dan Hakim Konstitusi. Sejak awal, panitia seleksi merupakan figur yang benar benar independen, tidak mempunyai kepentingan secara pribadi maupun golongan. Dari sini akan terjaring calon calon hakim konstitusi yang benar-benar dapat bekerja atas nama keadilan dan demokrasi. Mekanisme seleksi pun tidak mencukupi jika hanya melalui pembuatan makalah, test kesehatan dan wawancara. Diperlukan mekanisme yang lebihbaik untuk memperoleh informasi yang detail atas diri calon hakim konstitusi. Penguasaan masalah konstitusi, demokrasi, kenegaraan, merupakan syarat mutlak, disamping itu hakim konstitusi juga harus memahami masalah sosial, budaya, politik, agama, dan kemasyarakatan yang heterogen. Apabila di awal seleksi telah terpilih calon hakim konstitusi yang independen non partisan, mempunyai wawasan dan penmgetahuan yang komprehensip, maka seleksi berikutnya di tingkat Komisi Yudisial akan mematangkan hasil seleksi Panitia. Kemudian oleh Komisi Yudisial diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau Presiden, atau Mahkamah Agung hanya tinggal seremional dan formalitas saja. Siapa pun yang terpilih oleh DPR, Presiden atau Mahkamah Agung dapat dipastikan figur yang berkemampuan dan berdedikasi sebagai negarawan dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga konstitusi.

References

A. Mukti Arto, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, Pustaka Pelajar, Jogyakarta, 2001.

Fickar Hadjar dkk, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang Makmah Konstitusi, (Jakarta KRHN dan Kemitraan, 2003).

Firmansyah dan Juliyius Wardi, Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta KRHN, 2002).

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,(Jakarta Sekjen Mahkamah Konstitusi, 2006).

Moh. Mahfud, MD, Refleksi dan Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, Makalah Keynote Speech disampaikan pada acara ―Seminar Ketatanegaraan dan Refleksi Akhir Tahun‖ yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur pada 27 Desember 2009 di Jember Jawa Timur.

Moh. Koesnoe, Kedudukan dan Fungsi Kekuasaan Kehakiman Menurut Undang-Undang Dasar 1945, dalam Mudzakkir, Selayang Pandang Sistem Hukum Indonesia Menurut, H Moh. Koenoe, (Jakarta Universitas Indonesia-Universitas Islam Indonesia), 1977, hal 119

Philippe Nonet dan PhilipSelznick, Law and Society : Toward Responsive Law, diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosco, Hukum Responsif, (Jakarta Huma, 2003).

Risky Argama, Politisi Memilih Hakim Konstitusi, Jakarta Parlemen. Net 3 April 2008.

KRHN, USAID dan DRSP, Menggapai Keadilan Konstitusi Suatu Rekomendasi untuk Revisi MK, (Jakarta, 2008,) hal 5

Downloads

Published

2016-05-28

How to Cite

Sulardi. (2016). MENATA ULANG SELEKSI PENJAGA KONSTITUSI. Lex Publica, 2(2), 351–360. Retrieved from https://journal.appthi.org/index.php/lexpublica/article/view/40

Issue

Section

Articles