HAK PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL ATAS SERANGAN LANGSUNG DALAM KONFLIK BERSENJATAMENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
Keywords:
Perlindungan, Hak Sipil, Serangan langsung, Hukum Humaniter InternasionalAbstract
Prinsip pembedaan (distinction principle) sangat erat kaitannya dengan perlindungan penduduk sipil, karena prinsip ini secara tegas membedakan penduduk di suatu Negara antara kombatan (combatan) dan penduduk sipil (civilian). Di samping itu juga membedakan objek-obejk yang berada di suatu Negara yang sedang bersengketa atas objek sipil (civilian objects) dan sasaran militer (military objectives). Pada penulisan ini akan dibahas tentang 1) Apa kategori orang sipil yang memperoleh perlindungan terhadap serangan langsung dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II pada Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 ? dan 2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan penduduk sipil kehilangan haknya atas perlindungan dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 ?. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa 1) orang sipil yang berhak atas perlindungan terhadap penyerangan langsung dalam konflik bersenjata adalah semua orang yang bukan anggota angkatan bersenjata Negara dan bukan anggota kelompok bersenjata terorganisasi dari pihak yang berkonflik atau bersengketa dan 2) Hak orang sipil atas perlindungan atas serangan langsung pada saat konflik bersenjata akan hilang atau hapus apabila orang sipil tersebut sebagai individu ambil bagian secara langsung dalam permusuhan,individu yang secara terus menerus menyertai atau mendukung kelompok bersenjata terorganisasi tetapi fungsinya tidak melibatkan keikutsertaan langsung dalam permusuhan bukanlah anggota kelompok tersebut dalampengertian HHI, mereka tetap sebagai orang sipil yang memegang fungsi pendukung, seperti petugas perekrutan, petugas pelatihan, petugas pendanaan dan petugas propaganda, kecuali fungsi mereka sudah mencakup pula kegiatan yang setara dengan keikutsertaan langsung dalam permusuhan, individu yang fungsinya terbatas pada kegiatan pembelian, penyelundupan, pembuatan dan pemeliharaan senjata dan perlengkapan lain di luar operasi militer spesifik atau terbatas pada kegiatan pengumpulan informasi intelijen di luar operasi militer.
References
Direktorat Jenderal Administrasi Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korban-korban pertikaian-pertikaian bersenjata internasional (protocol I) dan Bukan Internasional (Protokol II)
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen kehamkiman Republik Indo- nesia, Terjemahan Konvensi jenewa Tahun 1949
Haryomataram, 1984, dalam Miftah Idris, Perlindungan Penduduk Sipil dalam HHI dan Hukum Islam, dalam Konteks dan Perspektif Politik Terkait Hukum Humaniter Internasional Kontemporer, Denny Ramdhany dkk Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015
--------------,1977, Hukum Humaniter: Hubungan dan keterkaitannya dengan Hukum Hak Asasi Manusia, nasional dan Hukum Pelucutan Bersenjata, Fakultas Hukum Trisakti, Jakarta, hlm. 10.
ICRC, Mengintegrasikan Hukum, 2010
ICRC, Kekerasan dan Penggunaan Senjata, Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste, 2012
M.Bothe, dalam Nils Mezner
Ibid, hlm 35
Nils Melzer, Pedoman Penafsiran Tentang Konsep Keikutsertaan Langsung Dalam Permusuhan Menurut Hukum Humaniter Internasional, Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
Pietro Verri, Dictionary of International Law of Armed Conflict, Jakarta, ICRC, 1992 Syahmin AK, 1985, Hukum Internasional Humaniter I Bagian Umum, Armico, Bandung,
Teguh Sulistya, Pengaturan Perang dan Konflik Bersenjata dalam Hukum Humaniter Internasional, Jurnal Hukum Internasional Vol 4 No 3 April, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 2007
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2016 Author(s)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.